Muna Barat, Sulawesi Tenggara – Desa Tondasi, Kecamatan Tiworo Utara, Kabupaten Muna Barat, menawarkan lebih dari sekadar persinggahan kapal nelayan. Di balik deburan ombah yang riuh, desa ini menyimpan keindahan senja memukau yang menjadi destinasi favorit masyarakat untuk ngabuburit di bulan Ramadan.
Lokasi ini dapat dijangkau hanya dalam 10 menit perjalanan dari Tugu Rambutan, Kecamatan Tiworo Tengah, dengan jarak sekitar 9 kilometer. Jalanan aspal yang mulus dan rindangnya pepohonan di kanan-kiri membentuk suasana sejuk sepanjang perjalanan. Harmoni antara rumah tradisional dan modern di sepanjang jalan turut memperkaya kesan perpaduan budaya masa lalu dan masa kini.
Senja yang Menghipnotis
Saat matahari mulai turun, langit di Tondasi berubah menjadi kanvas alam dengan gradasi jingga, merah, dan ungu. Dermaga TPI Tondasi menjadi titik terbaik untuk menikmati momen ini. Pengunjung biasa duduk bersantai, menikmati hembusan angin laut yang membawa ketenangan. “Kalau ngabuburit di sini, waktu terasa cepat karena keindahan alamnya,” ujar Fitalia Ratnasari, warga setempat, Sabtu (1/3).
Aktivitas Saat Air Surut dan Pasang
Ketika air laut surut, pantai Tondasi memamerkan pasir lembut yang menjadi arena bermain anak-anak. Rayyan, salah satu pengunjung cilik, takjub dengan kerang kecil dan kepiting yang berlarian di sela batu. “Pasirnya lembut, dan banyak kerang unik!” ucapnya antusias. Namun, saat air pasang tiba, pantai tertutup laut, mengubah aktivitas menjadi momen tenang menikmati senja sembari menunggu azan Magrib.
Surga bagi Pecinta Fotografi
Tondasi juga menjadi destinasi impian fotografer. Siluet perahu nelayan di kejauhan, refleksi cahaya senja di laut, dan gedung-gedung tua bernuansa vintage di sekitar dermaga menawarkan sudut estetis nan dramatis. Meski lapuk, bangunan tua itu justru memancarkan kesan nostalgia dengan tekstur tembok mengelupas dan jendela kayu usang. Pulau Balu di kejauhan pun menambah daya pikat, dengan bayangannya yang memantul di air laut.
Bagi yang ingin berbuka puasa di lokasi, disarankan membawa bekal makanan dan minuman sendiri karena tidak ada penjual sekitar. Meski begitu, ketiadaan pedagang justru menjaga keasrian tempat ini.
Saat azan Magrib berkumandang, pengunjung beranjak pulang dengan hati yang tenang. Ngabuburit di Tondasi bukan sekadar menunggu buka puasa, tetapi juga meresapi keindahan alam yang mengajarkan kesabaran dan syukur. “Di balik penantian, selalu ada keindahan yang layak dinikmati,” tutup Fitalia.
Editor: Redaksi katasultra.id