MUNA BARAT, katasultra.id – Program Dapur Sentra Pemberian Pangan Beragam dan Bergizi Seimbang (SPPG) di Kecamatan Sawerigadi, Kabupaten Muna Barat, menunjukkan progres yang signifikan dengan capaian fisik sebesar 85%. Hingga saat ini, program makanan bergizi gratis (MBG) ini telah menjangkau 2.356 penerima manfaat.
La Ode Muhammad Sukri Yusuf, Ahli Gizi Dapur SPPG Sawerigadi, memaparkan rincian penerima manfaat. Sebanyak 1.966 di antaranya adalah anak-anak dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK/PAUD hingga SMA sederajat.
“Jumlah sekolah yang telah kami jangkau sebanyak 31 sekolah, terdiri dari 13 TK/PAUD, 12 SD, 3 SMP, dan 3 SMA sederajat,” jelas Sukri, saat ditemui di lokasi.
Selain bagi anak sekolah, program ini juga menyasar kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan balita (3B). Saat ini, empat desa yang telah menerima manfaat tersebut adalah Marobea, Lakalamba, Ondoke, dan Lawada Jaya. Sukri menambahkan bahwa pihaknya berencana memaksimalkan cakupan 3B di desa-desa lain dalam waktu dekat.
“Kami akan berkoordinasi terkait lokasi, misalnya untuk Desa Wakoila dan Waukuni yang rencananya akan diambil alih oleh SPPG Lakawoghe,” ujarnya.
Untuk memastikan kualitas MBG, Dapur SPPG Sawerigadi berkomitmen penuh pada standar yang telah ditetapkan. Sukri menyebutkan bahwa sebagai ahli gizi, ia turun langsung mendata riwayat alergi penerima manfaat. Hal ini berguna untuk menyusun perencanaan siklus menu yang tidak hanya disukai, tetapi juga bervariasi agar tidak membosankan.
“Kami juga menyesuaikan angka kecukupan gizi penerima manfaat sesuai klasifikasinya,” tambahnya.
Pihaknya mengutamakan penggunaan sumber pangan lokal. Namun, jika stok lokal tidak tersedia, bahan pangan akan didatangkan dari kabupaten lain di wilayah Sulawesi Tenggara.
Di sisi operasional, Dapur SPPG Sawerigadi telah memaksimalkan kelengkapan fasilitas dan terus berkoordinasi dengan mitra untuk kelancaran program. Kendala seperti ketersediaan stok bahan pangan lokal, jarak tempuh, dan durasi produksi pun diakui masih menjadi tantangan.
Meski demikian, keamanan pangan hingga sampai ke tangan penerima manfaat menjadi prioritas utama. Prosedur Operasional Standar (PO) diterapkan mulai dari pembelian bahan baku, pengecekan kesegaran sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), hingga penyimpanan yang benar di gudang kering dan basah.
“Kami memastikan makanan yang diproduksi aman, masih dalam keadaan hangat, dan tidak basi saat diterima. Sebelum disalurkan, ahli gizi juga mengambil beberapa porsi untuk disimpan sebagai sampel uji kelayakan makanan,” pungkas Sukri. (red/katasultra.id)













