Muna Barat Berencana Ajukan Pinjaman Rp150 Miliar untuk Mega Proyek, Munculkan Kekhawatiran “Mega Beban” Fiskal

Berita, Daerah908 Dilihat

(Muna Barat, katasultra.id) – Pemerintah Kabupaten Muna Barat (Pemkab) berencana mengajukan pinjaman sebesar Rp150 miliar dari Bank Sultra guna membiayai proyek infrastruktur perkantoran, termasuk kantor bupati, gedung DPRD, dan mal pelayanan publik. Namun, rencana ini menuai kritik terkait risiko beban fiskal jangka panjang yang dikhawatirkan membelit daerah.

Target 2025 dan Skema Pinjaman

Kepala Bappeda Muna Barat, Raden Djamun Sunjoto, menyatakan proyek-proyek tersebut ditargetkan selesai pada Desember 2025, sehingga kantor baru bisa digunakan awal 2026. Pinjaman direncanakan dengan tenor lima tahun dan bunga 10–11,5% per tahun. Total beban bunga mencapai Rp41,223 miliar, dengan angsuran bulanan sekitar Rp3,187 miliar dan angsuran tahunan Rp38,244 miliar.

“Simulasi pinjaman terdiri dari angsuran tetap bulanan, komposisi bunga dan pokok, serta sisa pinjaman yang harus dibayar,” jelas Raden dalam rapat ekspose di DPRD, Senin (21/4).

Potongan Dana dan Beban Cicilan yang Kontroversial

Ketua Komisi III DPRD Muna Barat, La Ode Harlan Sadia, mengungkapkan bahwa 29,5% dana pinjaman akan dipotong sebelum mencapai kas proyek. Rinciannya meliputi 13,5% untuk negara, 1% biaya bank, dan 15% overhead & profit kontraktor. “Hanya Rp102 miliar yang tersalur ke proyek, sementara beban pinjaman daerah mencapai Rp240 miliar. Bunga lebih besar dari pokok,” kritik Harlan.

Situasi ini semakin rumit mengingat Pemkab tengah melakukan efisiensi anggaran Rp54 miliar pada 2024, termasuk pemotongan DAU jalan (Rp25 miliar) dan DAK infrastruktur (Rp29 miliar). Di sisi lain, belanja pegawai telah menyerap 43,94% APBD 2024 (Rp334,63 miliar dari total Rp761 miliar), melebihi batas maksimal 30% yang ditetapkan Kemendagri.

Kilas Balik Pinjaman 2021 dan Pembatalan oleh Pj Bupati

Ini bukan pertama kali Muna Barat mengajukan pinjaman besar. Pada 2021, Pemkab di era Bupati Achmad Lamani mengusulkan pinjaman Rp180 miliar dari PT SMI untuk pembangunan Jalan Ring Road Laworo dan RSUD. Saat itu, DPRD menyetujui usulan tersebut. Namun, rencana itu dibatalkan oleh Pj Bupati Bahri pada 2022 dengan alasan beban fiskal.

“Pinjaman ini akan membebani keuangan daerah. Anggaran Rp30 miliar per tahun untuk cicilan bisa digunakan membangun jalan 30 kilometer. Lebih baik gunakan APBD,” tegas Bahri kala itu.

Dukungan dan Kritik di DPRD

Meski menuai kritik, sejumlah anggota DPRD mendukung rencana ini. Wakil Ketua DPRD dari Golkar, La Ode Aca, menegaskan pentingnya infrastruktur baru. “Kita butuh anggaran untuk membangun. Perdebatan di sini wajar, tapi kita satu warna,” ujarnya.

Dukungan juga datang dari Wakil Ketua Fraksi PKB, La Ode Amin, yang sebelumnya dikenal anti-utang. “Saya selalu menolak pinjaman, tapi kali ini setuju. Kita satu warna dengan pemda,” katanya, sembari mengingatkan agar pencairan dana dilakukan transparan.

Rencana ini kini menjadi ujian bagi para pemangku kebijakan: apakah pinjaman akan menghasilkan infrastruktur yang mendorong pelayanan publik, atau justru meninggalkan beban utang yang memberatkan generasi mendatang.

Keputusan akhir berada di tangan DPRD dan pemda, yang diharapkan tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian dan kepentingan publik. (/KTS)

Editor: Tim Redaksi katasultra.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *