Nelayan Muna Barat Resah, Alat Tangkap “Perre-perre” Ancam Ekonomi dan Kelestarian Laut

Berita, Daerah, Nasional427 Dilihat

MUNA BARAT, katasultra.id – Pengoperasian alat tangkap “perre-perre” di perairan Muna Barat semakin menimbulkan keresahan di kalangan nelayan tradisional. Alat yang diklaim ramah lingkungan ini justru diduga menjadi biang keladi menurunnya hasil tangkapan, mengancam ekosistem laut, dan berpotensi memicu konflik sosial.

Edy, seorang tokoh masyarakat Desa Katela, mengungkapkan bahwa warga desanya merasakan dampak negatif yang paling parah. Sejak alat tangkap perre-perre aktif beroperasi, nelayan setempat mengeluhkan pendapatan mereka yang merosot tajam.

“Dulu, hasil tangkapan kami lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sekarang, jangankan untuk menabung, kadang untuk makan saja sudah susah,” ungkap Edy pada Rabu (22/10/2025).

Keresahan ini diperburuk oleh trauma masa lalu masyarakat terhadap penyelesaian masalah serupa yang dinilai tidak adil dan memihak pemilik modal. Rasa tidak berdaya untuk menegur pemilik perre-perre menambah frustrasi yang ada.

“Kita mau menegur juga percuma, tidak ada gunanya. Malah bisa berdampak buruk bagi kita sendiri,” lanjutnya dengan nada pasrah.

Edy menyebutkan, Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) sebenarnya telah memiliki kesepakatan yang mengatur operasi perre-perre. Aturan tersebut mewajibkan alat tersebut beroperasi di luar zonasi tangkap nelayan bagang dan menunggu keputusan resmi dari pemerintah provinsi sebelum dijalankan.

Namun, kesepakatan ini diduga dilanggar secara sistematis. Nelayan lokal masih sering menjumpai perre-perre beroperasi di wilayah tangkap tradisional mereka.

“Mereka (pemilik alat tangkap perre-perre) sering sekali beroperasi dekat wilayah tangkap kami. Padahal sudah ada kesepakatan yang jelas,” keluh Edy.

Pemerintah desa setempat juga dinilai kurang responsif dan terkesan tidak peduli, yang semakin menambah kekecewaan dan erosi kepercayaan masyarakat terhadap pemangku kebijakan.

Selain dampak ekonomi, penggunaan perre-perre juga dikhawatirkan dapat merusak ekosistem laut secara permanen. Alat tangkap ini diduga tidak selektif, menangkap semua jenis ikan termasuk anakan yang seharusnya dibiarkan tumbuh untuk menjaga keberlanjutan populasi.

“Kalau semua ikan ditangkap tanpa pandang bulu, bagaimana ekosistem laut kita bisa terjaga? Ini kan bisa mengancam keberlangsungan hidup kita sebagai nelayan di masa depan,” ujar Edy dengan nada khawatir.

Para nelayan mendesak pemerintah daerah dan pihak terkait untuk segera turun tangan menyelesaikan masalah ini secara komprehensif dan berkeadilan. Mereka meminta operasi perre-perre ditertibkan dan kesepakatan yang ada ditegakkan tanpa tebang pilih.

“Kami hanya ingin mencari nafkah dengan tenang dan menjaga laut kami tetap lestari untuk anak cucu kami. Kami sangat berharap pemerintah bisa membantu kami mewujudkan hal ini,” pungkas Edy.

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Muna Barat, Sukarti Lykra, menyatakan akan segera menindaklanjuti masalah ini untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih besar.

“Masalah ini sebenarnya sudah difasilitasi oleh kepala dinas yang lama, dan saya pikir sudah selesai. Namun, ternyata masih berlanjut dan saya baru mengetahuinya,” ujarnya.

Sukarti berjanji akan memanggil semua pihak terkait, termasuk pemilik perre-perre dan perwakilan masyarakat Desa Katela, untuk mencari solusi terbaik.

“Saya ingin mendengarkan secara langsung keluhan masyarakat Katela dan penjelasan dari pihak pemilik alat tangkap perre-perre. Nantinya, kita akan upayakan solusi yang adil dan tidak merugikan masyarakat,” tegasnya.

Solusi yang diupayakan adalah memastikan perre-perre tidak beroperasi di wilayah tangkap nelayan tradisional. Setelah mendengar keterangan semua pihak, DKP akan membuat perjanjian dan kesepakatan yang mengikat.

“Nanti kita panggil pihak-pihak yang terkait, kita akan bersurat ke pihak kepolisian, kepala desa, masyarakat Katela, dan perwakilan pemilik alat tangkap perre-perre. Dalam pertemuan itu harus ada kesepakatan yang jelas dan konsekuensi yang tegas jika dilanggar,” pungkas Sukarti. (Red/katasultra.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *